1. Versi Pertama
Ini adalah cerita yang berkembang di daerah Priangan Timur terutama meliputi daerah Garut dan Tasikmalaya dan juga Cianjur selatan. Berdasarkan versi yang ini, Abah Khaer belajar Silat dari istrinya. Abah Khaer diceritakan sebagai seorang pedagang dari Bogor sekitar abad 17abad 18 yang sering melakukan perjalanan antara Batavia, Bogor, Cianjur, Bandung, Sumedang, dsb. Dan dalam perjalanan tersebut beliau sering dirompak, itu terjadi sampai istrinya menemukan sesuatu yang berharga.
Suatu waktu, ketika Abah Khaer pulang dari berdagang, beliau tidak menemukan isterinya ada di rumah... padahal saat itu sudah menjelang petang, dan ini bukan kebiasaan isterinya meninggalkan rumah sampai petang. Beliau menunggu dan menunggu... sampai merasa jengkel dan khawatir... jengkel kerana perut lapar belum diisi dan khawatir karena sampai menjelang tengah malam isterinya belum pulang juga.
Akhirnya tak lama kemudian isterinya pulang juga, hilang rasa khawatir... yang ada tinggal jengkel dan marah. Abah Khaer bertanya kepada istrinya...Dari mana kamu? tetapi tidak menunggu isterinya menjawab, melainkan mahu menempeleng isterinya. Tetapi isterinya menepis dengan indahnya, dan membuat Abah Khaer hilang keseimbangan. Ini membuat Abah Khaer semakin marah dan mencuba terus memukul... tetapi semakin mencoba memukul dengan amarah, semakin mudah juga istrinya mengelak dan menepis. Ini terjadi terus sampai Abah Khaer keletihan dan menyedari kekhilafannya... dan bertanya kembali ke istrinya dengan lembut...Dari mana kamu belajar dan boleh bersilat??
Akhirnya isterinya menjelaskan bahawa ketika pagi tadi ia pergi ke sungai untuk mencuci dan mengambil air, ia melihat Harimau Putih berkelahi dengan seekor Monyet Putih...Terlalu indahnya perkelahian itu sampai-sampai ia terpaku, dan memutuskan akan menyaksikannya sampai habis. Ia mencuba mengingat semua gerakan baik itu dari Harimau Putih mahupun dari Monyet Putih itu, untungnya baik Harimau Putih mahupun Monyet Putih itu tadi banyak mengulang-ngulang gerakan yang sama, dan itu mempermudah ia mengingat semua gerakan. Pertarungan antara Harimau Putih dan Monyet Putih sendiri baru berakhir menjelang malam.
Setelah pertarungan itu selesai, ia masih terkesima dan menakjubkan oleh apa yang ditunjukan Harimau Putih dan Monyet Putih tersebut. Akhirnya ia pun berlatih sendirian di pinggir sungai sampai betul-betul menguasai semuanya (Hafal), dan itu menjelang tengah malam.
Apa yang ia guna ketika menghindar dari serangan Abah Khaer, adalah apa yang ia dapat dari melihat pertarungan antara Harimau dan Monyet itu. Saat itu juga, Abah Khaer meminta isterinya mengajarkan beliau. Ia berpikir, 2 akal (2 orang) yang mengingat lebih baik daripada satu kepala. Ia takut apa yang isterinya ingat akan lupa. Beliau berhenti berdagang dalam suatu waktu, untuk melatih semua gerakan itu, dan baru berdagang kembali setelah merasa mahir. Diceritakan bahwa beliau boleh mengalahkan semua perompak yang menganggu mereka, dan mulailah beliau membangun reputasinya di dunia persilatan.
Maenpo Cimande sendiri dibawa ke daerah Priangan Timur dan Cianjur Selatan oleh pekerja-pekerja perkebunan teh. Hal yang menarik adalah beberapa perguruan tua di daerah itu kalau ditanya dari mana belajar Maenpo Cimande selalu menjawab "ti indung" (dari ibu), karena memang mitos itu mempengaruhi budaya setempat, jadi jangan heran kalau di daerah itu perempuan pun betul-betul mempelajari Maenpo Cimande dan mengajarkannya kepada anak-anak atau cucu-cucunya, seperti halnya isterinya Abah Khaer mengajarkan kepada Abah Khaer.
Perkembangannya Maenpo Cimande sendiri sekarang di daerah tersebut sudah diajarkan bersama dengan aliran lain (Cikalong, Madi, Kari Sakiman, Sahbandar, dll). Beberapa tokoh yang sangat disegani adalah K.H. Yusuf Todziri (sekitar akhir 1800 - awal 1900), Kiai Papak (perang kemerdekaan, komandannya Mamih Enny), Kiai Aji (pendiri Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka, perang kemerdekaan), Kiai Marzuk (Maenpo H. Marzuk, jaman penjajahan Belanda), dll.